Wednesday, November 25, 2009

Hukum Puasa Tarwiyah dan Puasa 9 Dzulhijjah

Saat ini, kita sudah memasuki bulan Dzulhijjah, salah satu bulan yang dimuliakan oleh Islam. Banyak diantaranya amalan-amalan sunnah di sana, diantaranya puasa Arafah, dan keutamaan sepuluh hari di awal bulan Dzulhijjah. Lantas, apa saja dalil atau pendapat ulama yang bisa kita pakai sebagai sandaran? Karena kita tahu, bahwa kaidah fiqih dalam ibadah adalah, haram.. atau tidak boleh, kecuali yang sudah disyariatkan. Maka, sudah seharusnya kita mempelajari amalan-amalan ibadah berikut dalilnya sebelum kita melaksanakan suatu ibadah.

Tulisan ini diambil dari note ustadz saya di Gontor dulu: Adi Tiar Winarto.

Beberapa waktu lalu, salah seorang senior saya mengomentari catatan saya tentang Idul Adha. Selain itu, beliau juga menanyakan mengapa hanya puasa Arafah yang dibahas, tidak menyertakan perihal puasa sunnah di hari ke-8 Dzulhijjah (Tarwiyah). Di hari berikutnya, saya baca status FB seorang kawan seangkatan mengajak untuk melaksakan puasa yang sama. Saya jadi tertarik untuk mencari tahu kepastian hukum puasa tarwiyah, amalan yang belum pernah saya lakukan. Berikut yang saya dapatkan.

Saat nyantri dulu, kyai kami di pesantren mewajibkan kami untuk berpuasa setiap tanggal 9 Dzulhijjah (shaum ’Arafah). Meskipun puasa tersebut menurut agama hukumnya sunnah (jika dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak apa-apa), kyai mengharuskan seluruh santri berikut ustadznya untuk berpuasa. Bahkan untuk mendukung instruksi tersebut, seluruh aktivitas di pesantren diliburkan satu hari.

Puasa tersebut bertepatan dengan ibadah wukuf di Padang Arafah bagi yang sedang menunaikan ibadah haji. Adapun perintah berpuasa di hari tersebut di antaranya beberapa hadits yang saya dapatkan berikut ini:

Rasulullah SAW ditanya tentang puasa ‘Arafah, maka beliau menjawab: “Puasa ‘Arafah menghapus dosa tahun yang telah berlalu dan berikutnya.” HR. Muslim.

Abu Qatadah berkata: ”Rasulullah saw bersabda: ”puasa hari ’Arafah, aku sungguh berharap dari Allah agar mengampunkan dosa setahun dan setahun setelahnya.” HR. Tirmidzi (no. 745) dan dishahihkan oleh Al-Albani di dalam Shahitut Targhib (no. 1010).

“Berpuasa pada hari ‘Arafah, aku mengharapkan dari Allah akan menghapuskan dosa selama satu tahun yang telah berlalu dan satu tahun yang akan datang. Berpuasa pada hari ‘Asyura aku mengharapkan dari Allah agar menghapuskan dosa satu tahun yang telah lalu”. Hadis ini sahih, diriwayatkan oleh beberapa orang perawi, antaranya dirawayatkan oleh Imam Muslim 3/168. Abu Daud no. 2425. Ahmad 5/297. 311. Dan Baihaqi 4/286.

“Dari Qatadah radiallahu ‘anhu berkata: Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa-sallam ditanya perihal berpuasa pada hari Arafah (tanggal 9hb Zulhijjah). Baginda bersabda: Puasa pada hari itu dapat menghapuskan dosa pada tahun yang lalu serta tahun yang akan datang”. Hadis sahih riwayat Imam Muslim. Pada bab 227. “Keutamaan Berpuasa Pada Hari Arafah, ‘Asyura dan Tasu’a”. Lihat: Riyadus Salihin. Jilid 2. Imam Nawawi

Jadi jelas, kedudukan puasa ‘Arafah sangat kuat berdasarkan hadits-hadits di atas. Tidak heran, karena besarnya pahala yang dijanjikan Allah, kyai kami di pesantren sampai mewwajibkan kami untuk melaksanakannya; sekolah libur, warung-warung tutup, sahurnya pun dibuat kelompok-kelompok.

Puasa Tarwiyah
Dari dulu, saya sering mendengar ada puasa sunnah lain sebelum Arafah di bulan Dzulhijjah. Tetapi, karena semasa santri tidak diajarkan dan dibiasakan, maka saya tidak pernah melaksanakannya kecuali puasa ‘Arafah. Hingga saya merasa “ditantang” karena tidak menyinggung perintah puasa ini dalam catatan sebelumnya sekaligus ada teman “seperguruan” mengajak amalan yang sama-sama dulu “tidak diwajibkan” oleh kyai kami, maka saya coba selidiki meski hanya sehari.

Tarwiyah secara bahasa, berasal dari suku kata ra-wa-ya, yang artinya minum air (dalam kamus Al-Mawrid: to irrigate water, to drink). Adapun menurut sejarah, adanya hari Tarwiyah di bulan Dzulhijjah ini adalah karena pada hari ke-8 tersebut, para jama’ah haji mengumpulkan perbekalan air minum untuk dibawa saat menunaikan ibadah haji di Makkah. Inilah arti secara etimologi dan sejarah singkat yang saya dapat penjelasannya dari salah seorang ustadz Zainuddin, dai yang aktif di Islamic Cultural Centre di kota Dammam, Saudi Arabia.

Adapun puasa di hari tersebut, sebenarnya tidak dijamin keabsahan dalil (petunjuk) hukumnya. Yang saya tahu sebagaimana yang dikatakan khatib saat khutbah Jum’at di masjid dekat tempat tinggal saya, bahwa 10 hari pertama di bulan Dzulhijjah memang sangat dianjurkan untuk mengerjakan amalan shalih. Karena pada hari-hari tersebut, Allah swt melebihkan dengan lebih menyukainya. Dari Ibu Abbas r.a bahawa Rasulullah saw bersabda: “Tidak ada hari-hari beramal lebih baik yang lebih disukai oleh Allah SWT, dari hari-hari ini kesepuluh di bulan Dzulhijjah. Para sahabat bertanya: Ya Rasulullah! Walaupun jihad pada jalan Allah? Sabda Rasulullah saw: Walau jihad pada jalan Allah kecuali seorang lelaki yang keluar dengan dirinya dan harta bendanya, kemudian tidak kembali selama-lamanya (syahid). (HR. Bukhari). Hadits serupa juga ada diriwayatkan oleh Abu Daud.

Bagaimana kedudukan sebenarnya hukum atau dalil yang memerintahkan kita berpuasa Tarwiyah? Berikut hadits yang berkenaan dengan puasa di hari ke-8 Dzulhijjah tersebut, beserta komentar atas hadits tersebut. (saya kutip dari beberapa blog & arsip mailist)

“Berpuasa pada hari Tarwiyah menghapuskan dosa satu tahun, dan berpuasa pada hari ‘Arafah menghapuskan dosa dua tahun”.

Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Dailami dalam kitabnya “Musnad Firdaus”. 2/248. Hadis ini maudu’ karena sanadnya tidak tsiqah (berpenyakit). Di antara penyebab kelemahannya karena perawinya Muhammad bin as-Saaib al-Kalbi, dia seorang pendusta hadist (kadzdzab). Kebohongannya diakui sendiri oleh beliau. Beliau meriwayatkan hadis di atas ini dari Abi Salih. Sedangkan beliau pernah berkata kepada Sufyan as-Tahuri rahimahullah tentang Abu Salih: “Setiap hadis yang kamu dengar dari aku melalui jalan Abi Saleh dari Ibnu Abbas, maka hadis-hadis tersebut adalah bohong (dusta)”. Al-Hafiz Imam Hakim rahimahullah berkata: “Muhammad bin as-Saaib al-Kalbi meriwayatkan hadis ini dari Abi Saleh. Hadis-hadis darinya adalah maudu’ (hadis tentang puasa hari Tarwiyah ini diriwayatkan dari Abi Saleh)”.

Untuk mengenali lebih lanjut komentar siapa Muhammad bin As-Saaib bin al-Kalbi, sila rujuk kepada kitab-kitab berikut: Al-Jarah wat-Ta’dil 7/721. Tulisan Ibnu Abi Hatim. Tahzibut Tahzib 9/5178. Tulisan al-Hafiz Ibn Hajar. At-Taqrib 2/163. Tulisan Ibn Hajar. Ad-Du’afa 2/253-256. Tulisan Imam Ibnu Hibban. Selain kitab-kitab ini, terdapat beberapa buah kitab lain yang telah menjelaskan tentang lemah dan palsunya hadis “Puasa Pada Hari Tarwiyah”.

Dan satu lagi catatan berkenaan dengan periwayat lain dari hadits ini yang dijadikan dalil untuk puasa Tarwiyah. Adalah Ali bin Ali Al-Himyari seorang rawi yang majhul (tidak dikenal). Dalam ilmu hadits (musthalah hadits) kedudukan hadits seperti ini tidak dapat dijadikan landasan hukum untuk melakukan ibadah. Bahkan, banyak ulama yang secara tegas mengatakan puasa di hari ke-8 bulan Dzulhijjah ini bid’ah hingga haram.

Jadi, kesimpulan saya, sebenarnya yang menjadikan kita salah dalam berpuasa di hari ke-8 Dzulhijjah adalah pengkhususan hari tersebut dan atau berdasarkan hadits palsu di atas. Adapun berpuasa di hari-8 bulan Dzulhijjah menjadi pahala yang berlipat jika kita berpatokan dengan kemuliaan 10 hari di awal bulan Dzulhijjah ini. Tetapi, kita juga tidak mengkhususkannya di hari tersebut. Dan kita juga perlu mengerti, bahwa amal shalih yang disukai Allah pada 10 hari tersebut tidak terbatas hanya puasa, tetapi juga perbuatan lain seperti sedekah, membantu orang yang sedang membutuhkan, melakukan shalat-shalat sunnah, dan perbuatan amal shalih lainnya. Semoga amal ibadah kita selalu berpedoman dengan ilmu. [Darul Maharat, 7 Dzulhijjah 1430]

-----
Tambahan dan kesimpulan:

1. Puasa yang disunnahkan di hari Arafah (tanggal 9 Dzulhijjah) adalah bagi mereka yang sedang tidak haji. Adapun bagi yang berhaji, dalil yang lebih kuat adalah yang tidak mensunnahkannya.

2. Terkait puasa tarwiyah, jadi sesungguhnya bukan khusus tanggal 8 saja, karena tak ada dalil khusus tentang ini. Yang jelas dalilnya adalah keutamaan ibadah (baik puasa, shodaqoh, berbakti pada orang tua, belajar, dsb) di sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Jadi, tak terbatas pada tanggal 8 saja, atau ibadah puasa saja.

3. Dan hanya puasa arafah, yang ada dalil khusus tentangnya.

4. Artikel dan dalil-dalil lengkapnya bisa didownload di sini: [Arabic] Hukum Puasa Arafah dan Sepuluh Hari di Bulan Dzulhijjah
--------------------------
Salam hangat dari neilhoja. "Sebesar keinsyafanmu, sebesar itu pula keuntunganmu."

0 comments:

Post a Comment